Anak Gang Cincau - Teraweh

PROLOG
Jalan kecil yang dibatasi dengan perempatan jalan Fatahilah disebelah timur, dan dibatasi perempatan jalan Persima disebelah barat, disebut GANG CINCAU. Orang menyebutnya begitu, karena sepanjang jalan ini banyak ditumbuhi pohon cincau hijau. Dan saat itu banyak pendatang yang mengadu nasib dengan berjualan cincau hijau, membuat sendiri cincau hijau dengan bahan daun pohon cincau hijau yang  tumbuh subur di sekitar jalan, kemudian menjajakannya dari kampung ke kampung.
Saya sendiri sebelumnya tidak tahu orang menyebut jalan rumah saya adalah Gang Cincau, sampai pada suatu ketika setelah sekian lama keluar dan pindah dari rumah itu, seseorang mengenali saya dengan sebutan
“Yang dulu tinggal di gang Cincau ya?”
Okelah saya anak Gang Cincau, dan dari situlah cerita bermula.

credit to : httpsid.wikipedia.org
Anak-anak Gang Cincau sebenarnya bertanya-tanya, “Nih Pak Kumis solatnya kapan sih?, kok selalu ngawasin anak-anak yang pada becanda diwaktu solat?”.  

Dengan membawa sebilah rotan Pak Kumis berkeliling memperhatikan shaft-shaft terutama yang ditempati anak-anak.
Bagaimana anak-anak tahu Pak Kumis berkeliling? Ya namanya anak-anak, solat ya solat tapi matanya waspada pada keberadaan Pak Kumis dan rotannya.
Setiap kali Ramadhan serombongan anak-anak Gang Cincau selalu berangkat teraweh sama-sama. Mereka ada sekitar 8 anak, sering berpindah-pindah masjid, keliling dari kampung ke kampung. Pak Kumis ini ada di salah satu masjid yang yang sering dikunjungi anak-anak Gang Cincau.
Bukan sekali dua kali Danisa dan Upik kena hardik pak Kumis karena ngobrol diwaktu yang lain solat teraweh. Bagi Danisa dan anak-anak Gang Cincau lainnya, selagi rotan tidak melayang kearahnya, masih amanlah.
Suatu ketika mbak Suri kakak sepupu Danisa melihat Danisa dihardik Pak Kumis karena makan Cilor di dalam masjid, disaat yang lain teraweh.

“Bulek, tadi dek Dani nggak solat, cuma jajan didepan masjid”

Danisa yang sedang membaca komik Donald Bebek, seketika menurunkan bukunya dan memperhatikan mbak Suri melapor pada Ibu.

“Yeee apaan!, nggak kok. Abis jajan langsung solat kok, Pak Kumisnya aja yang emang marah-marah mulu”
“Daniiiii besok lagi kalau cuma jajan di masjid, nggak usah berangkat teraweh” Ibu memperingati
“Huuuu tukang ngadu!” Danisa kesal ke mbak Suri.

Helia kakak Danisa yang juga satu rombongan teraweh dengan anak-anak Gang Cincau, mengumpulkan teman-teman lainnya,
“Besok terawehnya kita jalan belakangan aja, tunggu "tukang ngadu" jalan duluan, jangan di mesjid yang sama”.

**
Suatu ketika disaat heningnya jamaah teraweh terdengar ocehan dua bocah kecil, Ferli dan Fajar ngobrol :
“Eh eh.. dirumahku ada monyet lo”
“Dimana? Aku nggak liat setiap kali lewat?”
“Ditelpon. Ayahku kalo telpon sering bilang HALO.. HALO MONYETT”

Danisa, Helia, Esih, Upik, Cila, dan anak-anak Gang Cincau yang berada dalam satu shaft seketika menatap tajam pada Pinah. Tadi sudah dibilang, Pinah jangan bawa adiknya Ferli ke masjid, nanti lari-lari atau nangis, kita yang dimarahin orang.

Telepon rumah Pinah akhir-akhir ini sering berdering terus-terusan, setiap telpon diangkat tidak ada suara disebrang sana, sehingga ayah Pinah sering kesal, “Hallo.. Halooo.. MONYETTT”
Ferli 4 tahun, adik Pinah, pendengar yang baik.

Nih Pak Kumis mana nih.. kok tumben nggak menghardik. Atau mungkin kali ini pak Kumisnya nggak ke masjid.
Sakit?



Komentar