Prenuptial Agreement - Pentingnya untuk WNI yang menikah dengan WNA






Pernikahan merupakan gerbang utama bagi dua insan untuk mengikat satu sama lain dalam sebuah ikatan Perkawinan.
Ketika janji suci diucapkan, maka bukan saja kepatuhan akan apa yang diucap, namun ada aturan hukum yang sangat penting untuk dipatuhi. Terutama Anda yang akan menikah dengan Warga Negara Asing, sangat disarankan untuk membuat Prenuptial Agreement.

Prenup adalah perjanjian yang berisi ketentuan atau aturan yang disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, secara bersamaan di hadapan notaris, sebelum melangsungkan pernikahan.
Secara umum isi Prenup adalah pemisahan harta antara suami dan istri, yang mana harta-harta yang dimiliki sebelum dan semasa dalam pernikahan tetap menjadi kepunyaan masing-masing pihak dan tidak akan dibagi dua jika terjadi perceraian.

Sesuai namanya Prenuptial Agreement yaitu Perjanjian Pranikah yang dibuat sebelum pernikahan. Akan tetapi berdasarkan keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor 69/PUU-XIII/2015, menyatakan bahwa perjanjian perkawinan dapat dilangsungkan sebelum dan selama masa perkawinan. Dengan demikian bagi pasangan yang tidak memiliki Prenup dapat membuat Postnup.

Mari kita lihat betapa pentingnya Prenuptial Agreement ini bagi WNI yang menikah dengan WNA.

UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960
TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 21 - ayat 3
Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2015
TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA

Pasal 2
  1. Orang Asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan HAK PAKAI.
  2. Orang Asing yang dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Orang Asing pemegang izin tinggal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
  1. Warga Negara Indonesia yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya.
  2. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri, yang dibuat dengan akta notaris.
Pasal 4
Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan:
a. Rumah Tunggal di atas tanah:
  1. Hak Pakai; atau
  2. Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
b. Sarusun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai.

Pasal 5
Orang Asing diberikan Hak Pakai untuk Rumah Tunggal pembelian baru dan Hak Milik atas Sarusun di atas Hak Pakai untuk Sarusun pembelian unit baru.

Pasal 6
(1) Rumah Tunggal yang diberikan di atas tanah Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 1, diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.

Berdasarkan Perundang-undangan tersebut diatas, KENDALA PALING BERAT yang dihadapi oleh pasangan perkawinan campuran dimana salah satunya adalah seorang Warga Negara Indonesia dan pasangan lainnya adalah Warga Negara Asing, adalah bila kita tidak memiliki sebuah Perjanjian Perkawinan maka hak warganegara Indonesia secara sertamerta DIPERSAMAKAN dengan hak seorang warganegara asing dalam hal kepemilikan tanah, yaitu sebatas HAK PAKAI yang hanya mempunyai jangka waktu terbatas yaitu 30 tahun.

Maka dari  itu Perjanjian perkawinan prenuptial agreement menjadi penentu hak seorang warga negara Indonesia dalam perkawinan campuran.
Hak seorang warganegara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan warga negara Indonesia dalam perkawinan campuran atas kepemilikan tanah.

Menurut UU No. 11 Tahun 2006 tentang Hak-hak Sipil, UU No. 12 Tahun 2006 tentang Ekonomi Sosial dan Budaya serta UU No. 7 Tahun 1996 tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan, disebutkan bahwa perkawinan tidak boleh menyebabkan seseorang kehilangan hak kewarganegaraannya, baik dalam hal mempertahankan kewarganegaraannya, mempertahankan hak sipilnya maupun mempertahankan HAK EKONOMI.

Tanah, merupakan sumber ekonomi sebuah keluarga, selain itu tanah juga merupakan identitas dan keterkaitan yang sangat erat bagi seorang warganegara Indonesia. Maka dengan adanya pembatasan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal-pasal tersebut diatas maka jelas-jelas hak seorang warganegara Indonesia dalam sebuah perkawinan adalah sepenuhnya tergantung dari secarik kertas yang disebut Perjanjian Perkawinan atau lebih dikenal PRENUPTIAL AGREEMENT.


Komentar