Prenuptial Agreement Kaitannya Dengan Kepemilikan Tanah Pernikahan Campur




Jauh sebelum saya menikah, ketika saya masih gadis, saya terkesima dengan Perjanjian Pranikah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Prenuptial Agreement. Terkesima bukan dalam hal positif, tetapi lebih kepemikiran negatif.  

Pasalnya seorang teman, yang waktu itu baru saja menikah, memperlihatkan kepada saya sebuah salinan notaris berjudul Perjanjian Pranikah, berisi pemisahan harta antara harta dia dan suami. 

Tentu saja saya tidak membaca detail isinya, hanya diberitahu garis besarnya, bahwa Perjanjian itu berisi pemisahaan harta antara suami dan istri, bahwa apabila terjadi kebangkrutan pada salah satu pihak, maka pihak yang lain tidak terseret bangkrut, begitu juga apabila salah satu pihak terlibat hutang, maka pihak lainnya tidak berkewajiban untuk membayar hutang-hutang pihak tersebut, apabila terjadi perceraian tidak perlu harta masing-masing dibagi dua, karena sudah ditentukan perjanjian pisah harta melalui  Perjanjian Pranikah yang ditandatangani dihadapan Notaris.

Tarik nafas dalam banget, waktu itu saya memaknainya dengan simpel , 

Oh karena dia orang kaya, takut hartanya diambil pasangan, 

Oh karena suaminya pengusaha, takut bangkrut lalu tidak mau terlibat.

Saat saya sudah berpikir cukup matang kemudian menikah, kemudian saya  mempelajari lebih jauh mengenai Undang-undang kepemilikan property, terutama karena saya menikah dengan warga negara asing, maka Perjanjian Pranikah mutlak diperlukan.

Pada suatu pernikahan,  ketika janji suci diucapkan, maka bukan saja kepatuhan akan apa yang diucap, namun ada aturan hukum yang sangat penting untuk dipatuhi.

Secara umum isi Perjanjian Pranikah atau sering disebut Prenuptial Agreement pada umumunya berisi pemisahan harta antara suami dan istri, yang mana harta-harta yang dimiliki sebelum dan semasa dalam pernikahan tetap menjadi kepunyaan masing-masing pihak dan tidak akan dibagi dua jika terjadi perceraian. Lebih jauh lagi membuat kesepakatan hak asuh anak bila terjadi perceraian dikemudian hari.

Membuat Perjanjian Pranikah di Notaris setempat, syaratnya bawa KTP atau Paspor bagi warga negara asing, siapkan daftar apa saja harta yang dimiliki kedua belah pihak beserta copy bukti kepemilikan, siapkan apa saja yang dikehendaki yang akan dicantumkan di Perjanjian Pranikah dimaksud, biasanya Notaris sudah punya draft tertulis kemudian keduabelah pihak (calon suami dan istri) cek draft dimaksud, bisa tambahkan klausul sesuai kesepakatan, atau bisa hilangkan apabila ada klausul yang tidak dikehedaki pada draft tersebut.

Kedua belah pihak menandatangai Perjanjian Pranikah dihadapan Notaris dimaksud.

Biaya Notaris umumnya berbeda disetiap daerah, dan tergantung dari seberapa berpengalaman Notaris dimaksud, umumnya kisaran  3 - 8 juta Rupiah.

Sesuai namanya Prenuptial Agreement yaitu Perjanjian Pranikah yang dibuat sebelum pernikahan. Akan tetapi berdasarkan keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor 69/PUU-XIII/2015, menyatakan bahwa perjanjian perkawinan dapat dilangsungkan sebelum dan selama masa perkawinan. Dengan demikian bagi pasangan yang tidak memiliki Prenuptial Agreement dapat membuat Postnuptial Agreement.

Perlu diperhatikan bahwa Prenuptial Agreement dan Postnuptial Agreement hanya berlaku di negara dimana perjanjian tersebut dibuat, tidak bisa menjadi dasar acuan apabila terjadi persengketaan yang terjadi di luar negeri.

Pada umumnya manfaat Prenuptial Agreement  kurang lebih sama antara pasangan menikah sesama Warga Negara Indonesia maupun pernikahan campur Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing, namun ada aturan hukum penting mengenai kepemilikan tanah dan properti  bagi pernikahan dengan WNA, sebagai berikut :

Undang-Undang No. 5  tahun 1960 Tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria Presiden RI

Pasal 21 - ayat 3 :

Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 103 tahun 2015 Tentang Pemilikan Rumah Tempat tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia

Pasal 2 :

Orang Asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan HAK PAKAI.

Orang Asing yang dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Orang Asing pemegang izin tinggal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3

Warga Negara Indonesia yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya.

Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan merupakan harta bersama, yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri, yang dibuat dengan akta notaris.

Berdasarkan Perundang-undangan tersebut diatas, kendala paling berat  yang dihadapi oleh pasangan perkawinan campuran Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing adalah bila kita tidak memiliki sebuah Perjanjian Perkawinan maka hak warganegara Indonesia secara serta merta DIPERSAMAKAN dengan hak seorang Warga Negara Asing dalam hal kepemilikan tanah, yaitu sebatas HAK PAKAI yang hanya mempunyai jangka waktu terbatas yaitu 30 tahun.

Maka dari  itu Perjanjian perkawinan prenuptial agreement menjadi penentu hak seorang warga negara Indonesia dalam perkawinan campuran, hak Warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan  dalam pernikahan campuran atas kepemilikan tanah.

Tanah, merupakan sumber ekonomi sebuah keluarga, selain itu tanah juga merupakan identitas dan keterkaitan yang sangat erat bagi seorang Warga Negara Indonesia. Maka dengan adanya pembatasan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal-pasal tersebut diatas maka jelas-jelas hak seorang Warga Negara Indonesia dalam sebuah perkawinan adalah sepenuhnya tergantung dari secarik kertas yang disebut Perjanjian Perkawinan atau lebih dikenal PRENUPTIAL AGREEMENT.


Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Perjanjian Pranikah Perlu untuk Melindungi Hak Warga Negara", Klik untuk baca:

https://www.kompasiana.com/eny_darief11/62f9cace08a8b5752f0e7665/perjanjian-pranikah-perlu-untuk-melindungi-hak-warga-negara?page=all#section1

Kreator: Eny DArief



Komentar